Kamis, 18 Februari 2010

Akrobat Pansus

PANSUS Angket Century sedang berakrobat menjelang akhir masa kerja yang tinggal dua pekan lagi. Manuver politik menjadi penting karena penilaian awal kerja pansus menghasilkan skor amat timpang 7-2.

Tujuh fraksi berpendirian kebijakan penalangan dana Rp6,7 triliun kepada Bank Century yang terancam bangkrut--karena itu dikhawatirkan berdampak sistemis--adalah keputusan yang sarat dengan agenda tersembunyi. Hanya dua fraksi--Partai Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa--yang menilai kebijakan bailout tepat tanpa agenda mencurigakan.

Skor 7-2 adalah pukulan telak bagi Partai Demokrat yang mengepalai koalisi besar. Dari tujuh fraksi yang berpandangan bailout Century melanggar banyak sekali rambu hukum, empat partai--Golkar, PKS, PAN, PPP--adalah anggota koalisi.

Mengapa empat rekan koalisi berpandangan sama dengan tiga partai oposisi, PDIP, Hanura, dan Gerindra?

Bagi Partai Demokrat, pertanyaan mengapa anggota koalisi 'membelot' tidaklah penting. Yang jauh lebih penting sekarang adalah membalikkan skor 7-2 menjadi 2-7. Waktu masih ada walaupun tidak terlalu banyak.

Untuk membalikkan skor itu berbagai akrobat sudah dilakukan. Dari ancaman reshuffle kabinet sampai perintah mengusut para pengemplang pajak yang merugikan negara. Sampai saat ini skor awal 7-2 sepertinya tidak goyah.

Tetapi, ingat, kepentingan politik hampir tidak ada yang mutlak. Partai-partai telah memberi kita pelajaran berulang-ulang bahwa kebenaran dalam kacamata politik adalah kebenaran transaksional. Selama transaksi menggiurkan kedua pihak, kebenaran bisa dikompromikan.

Ingat bagaimana pansus DPR di masa lalu yang menyelidiki sejumlah perkara kontroversial tenggelam tidak tentu rimbanya. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah politik transaksional. Semakin sering DPR membentuk pansus, semakin sering pula transaksi yang harus dibereskan. Dan semakin kencang suara pansus, semakin mahal ongkos transaksinya.

Seorang anggota pansus dari Hanura mengaku diteror belakangan ini. Dari sisi akrobat politik, meneror anggota Hanura seperti membuang garam ke laut karena tidak ada gunanya bagi pembalikan skor. Bila hendak meneror, tentu tertuju kepada kelompok koalisi yang bersuara lain itu.

Bersuara beda di dalam pansus harus dipahami juga sebagai teror untuk meningkatkan daya tawar. Tergantung siapa yang hendak membeli. Semakin hebat pembeli semakin hebat pula harga yang harus dibayar. Apalagi kalau terdapat dua pembeli dengan kemampuan amat bersaing.

Kepentingan politik Demokrat adalah pansus menghasilkan kesimpulan yang ramah bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bila kesimpulan mengatakan bailout Century adalah pelanggaran hukum, berbagai persoalan berat akan menimpa pemerintahan SBY-Boediono. Mungkin tidak ada pemakzulan seperti yang sangat dikhawatirkan itu.

Tetapi sikap akhir seperti itu akan meruntuhkan trust publik kepada pemerintah. Lembaga penegak hukum pun akhirnya dipaksa untuk menindaklanjuti kesimpulan pansus.

Pertanyaan yang paling berat adalah apakah partai-partai berani bunuh diri untuk mengubah skor hanya karena transaksi?

Sumber : www.mediaindonesia.com

0 komentar:

Posting Komentar